SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA
PP. Tanbihul Ghofiliin
Mantrianom, Bawang, Banjarnegara
sekitar pada awal abad ke-18, ada satu ulama besar dari Yogyakarta yang bermaksud mengembangkan dunia Islam di wilayah Kabupaten Banjarnegara, yakni Mbah NATA NEGARA, Mbah NATA NEGARA mempunyai putra yaitu: Mbah Salim dan Mbah Srinem. Mereka mengembangkan potensi rakyat di Banjarnegara dengan cara “bertapa”. Tapa mrihatini anak-putu. Ya, Mbah Salim melakukan laku prihatin agar anak-cucunya menjadi priyayi atau pegawai. Sedangkan Mbah Saliyem, mudah-mudahan anak-cucunya menjadi kyai.
Perkawinan Mbah Salim dan Mbah Saliyem ini menurunkan putra, Mbah Basor. Mbah Basor adalah tuan tanah di sekitar pondok ini. “Barang siapa mau menempati tanah saya dan mau shalat berjama’ah di langgar saya ini dipersilakan menempati tanah tanpa harus membeli atau meminjam. Dengan satu syarat, harus shalat berjama’ah di sini,” demikian pesannya.
Dari generasi kedua Mbah Basor ini muncul enam bersaudara, yakni K.H. Basyuni, K.H. Mohammad Hasan, K.H. Mohammad Soleh, K.H. Abdul Jalil, K.H. Jamil, dan
K.H. Abdul Kholik (Cirebon), yang semuanya dimasukkan ke pesantren. Mereka bercita-cita ingin mengabdikan diri pada agama melalui jalur pendidikan
dan dakwah. Walau dengan modal sederhana, dirintislah pendirian pesantren yang
dimotori oleh K.H. Mohammad Hasan.
Tahun 1954, K.H. Mohammad Hasan pulang dari pondok di Tuban, yakni Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin (Tanggir) Singgahan, setelah berguru kepada K.H. Muslih atau K.H. Soim. Ia kemudian mendirikan bangunan kecil kira-kira empat kamar, berukuran tujuh kali 12 meter, untuk tempat tinggal anak-anaknya, juga untuk mengaji dan belajar kitab. Ini menarik minat anak-anak di sekitarnya. Seiring berkembangnya waktu, karena masyarakat masih minim pengetahuan agama Islam dan Banjarnegara pada waktu itu terkenal sebagai daerah abangan, K.H. Mohammad Hasan mulai memberikan pelajaran dasar keislaman kepada masyarakat. Dari bagaimana cara berwudhu’, shalat, dan sebagainya. Konon pondok pesantren ini juga dilakukan pengobatan gangguan jiwa, karena pada saat itu banyak masyarakat yang mengalami gangguan jiwa. Kebetulan sejak dari pesantren K.H. Mohammad Hasan mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan penyakit gila, dan melalui pengobatan itu banyak yang sembuh.
K.H. Mohammad Hasan, yang lahir pada 1 Januari 1932 dan wafat pada hari Selasa
Legi 25 Desember 2007 pada usia 75 tahun, meninggalkan tujuh putra-putri. Yakni
Hj Siti Chaidaroh, K.H. Mohammad Chamzah Hasan, K.H. Khayatul Maki, Hj Siti
Khimayah, K.H. Hakim An-Naisaburi, Lc., Mustain, dan Hj.Zulaikha.
Sekarang pondok pesantren tanbihul ghofiliin diasuh oleh K.H. Muhammad Chamzah Hasan ( Putra ke-2 K.H. Muhammad Hasan)
begtulah sekilas tentang asal mula berdirinya pondok pesantren Tanbihul Ghofiliin.
semoga dapat bermanfaat.